Selasa, 21 Desember 2010

Alergi

Alergi dan Intoleransi Berkaitan Dengan Makanan

I.  Definisi
Alergi makanan adalah reaksi abnormal dari sistem imun tubuh terhadap komponen makanan (protein) dan menimbulkan gejala yang merugikan tubuh. Semua zat yang menyebabkan reaksi imunologi disebut alergen. Apabila alergen masuk ke dalam tubuh, maka tubuh akan membentuk antibodi yang selanjutnya akan menyerang alergen tersebut sehingga memicu reaksi alergi (gatal-gatal, bengkak lidah atau bibir, pusing, pingsan, dan dalam kasus yang parah, kematian). Gejala alergi berlangsung dengan cepat setelah mengkonsumsi alergen. Pada orang yang sangat sensitif, konsumsi sedikit saja makanan alergen dapat memicu alergi.
Alergi makanan adalah suatu kumpulan gejala yang mengenai banyak organ dan sistem tubuh yang ditimbulkan oleh alergi terhadap makanan. Dalam beberapa kepustakaan alergi makanan dipakai untuk menyatakan suatu reaksi terhadap makanan yang dasarnya adalah reaksi hipersensitifitas tipe I dan hipersensitifitas terhadap makanan yang dasarnya adalah reaksi hipersensitifitas tipe III dan IV. Alergi makanan adalah reaksi imunologis (kekebalan tubuh) yang menyimpang karena masuknya bahan penyebab alergi dalam tubuh. Sebagian besar reaksi ini melalui reaksi hipersensitifitas tipe 1.
Potensi terjadinya alergi makanan pada seseorang sering merupakan keturunan. Beberapa makanan yang sering menimbulkan alergi pada anak-anak adalah susu, kacang dan telur sementara pada orang dewasa adalah kerang. Alergi bisa hilang dengan bertambahnya usia. Sebagai contoh, alergi protein susu pada anak bisa menghilang ketika anak dewasa.
Intoleransi makanan merupakan reaksi negatif terhadap makanan dan menimbulkan beberapa gejala (cenderung berhubungan dengan pencernaan, seperti kram, diare, gas dan kembung), namun tidak melibatkan sistem imun tubuh. Penyebab intoleransi makanan adalah karena sistim pencernaan penderita kekurangan enzim yang dibutuhkan untuk mencerna zat tertentu dalam makanan. Contoh intoleransi adalah intoleransi laktosa dan penyakit celiac. Intoleransi laktosa terjadi pada orang yang kekurangan enzim laktase di saluran cernanya sehingga tidak bisa minum susu (kecuali jika laktosanya telah dihilangkan), sementara penderita penyakit celiac tidak bisa mengkonsumsi produk yang mengandung terigu karena penderita tidak dapat mencerna gluten yang terdapat didalam terigu.
Intoleransi makanan adalah reaksi makanan nonimunologik dan merupakan sebagian besar penyebab reaksi yang tidak diinginkan terhadap makanan. Reaksi ini dapat disebabkan oleh zat yang terkandung dalam makanan karena kontaminasi toksik (misalnya toksin yang disekresi oleh Salmonella, Campylobacter dan Shigella, histamine pada keracunan ikan), zat farmakologik yang terkandung dalam makanan misalnya tiramin pada keju, kafein pada kopi atau kelainan pada pejamu sendiri seperti defisiensi lactase, maltase atau respon idiosinkrasi pada pejamu.
Menurut cepat timbulnya reaksi maka alergi terhadap makanan terbagi dua macam, yaitu :
1.      Reaksi cepat (Immediate Hipersensitivity/rapid onset reaction) : reaksi ini terjadi berdasarkan reaksi kekebalan tubuh tipe tertentu. Terjadi beberapa menit sampai beberapa jam setelah makan atau terhirup pajanan alergi.
2.      Reaksi lambat (delayed onset reaction) : reaksi ini terjadi lebih dari 8 jam setelah makan bahan penyebab alergi.
Reaksi simpang makanan (Adverse food reactions) adalah stilah umum untuk reaksi yang tidak diinginkan terhadap makanan yang ditelan. Reaksi ini dapat merupakan reaksi sekunder terhadap alergi makanan atau intoleransi makanan.
Tidak semua reaksi yang tidak diinginkan terhadap makanan merupakan reaksi alergi murni, tetapi banyak dokter atau masyarakat awam menggunakan istilah alergi makanan untuk semua reaksi yang tidak diinginkan dari makanan, baik yang imunologik atau non imunologis.
Reaksi yang tidak diinginkan terhadap makanan seringkali terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Reaksi tersebut dapat diperantarai oleh mekanisme yang bersifat imunologi, farmakologi, toksin, infeksi, idiosinkrasi, metabolisme serta neuropsikologis terhadap makanan. Dari semua reaksi yang tidak diinginkan terhadap makanan dan zat aditif makanan sekitar 20% disebabkan karena alergi makanan.




II. Mekanisme Terjadinya Alergi Makanan
Struktur limfoepiteal usus yang dikenal dengan istilah GALT (Gut-Associated Lymphoid Tissues) terdiri dari tonsil, patch payer, apendiks, patch sekal dan patch koloni. Pada keadaan khusus GALT mempunyai kemampuan untuk mengembangkan respon lokal bersamaan dengan kemampuan untuk menekan induksi respon sistemik terhadap antigen yang sama.
Pada keadaan normal penyerapan makanan,merupakan peristiwa alami sehari-hari dalam sistem pencernaan manusia. Faktor-faktor dalam lumen intestinal (usus), permukaan epitel (dinding usus) dan dalam lamina propia bekerja bersama untuk membatasi masuknya benda asing ke dalam tubuh melalui saluran cerna. Sejumlah mekanisme non imunologis dan imunologis bekerja untuk mencegah penetrasi benda asing seperti bakteri, virus, parasit dan protein penyebab alergi makanan ke dinding batas usus (sawar usus).
Pada paparan awal, alergen maknan akan dikenali oleh sel penyaji antigen untuk selanjutnya mengekspresikan pada sel-T secara langsung atau melalui sitokin. Sel T tersensitisasi dan akan merangsang sel-B menghasilkan antibodi dari berbagai subtipe. Alergen yang intake akan diserap oleh usus dalam jumlah cukup banyak dan mencapai sel-sel pembentuk antibodi di dalam mukosa usus dan orgalimfoid usus. Pada umumnya anak-anak membentuk antibodi dengan subtipe IgG, IgA dan IgM. Pada anak atopi terdapat kecenderungan lebih banyak membentuk IgE, selanjutnya mengadakan sensitisasi sel mast pada saluran cerna, saluran napas, kulit dan banyak organ tubuh lainnya. Sel epitel intestinal memegang peranan penting dalam menentukan kecepatan dan pola pengambilan antigen yang tertelan. Selama terjadinya reaksi yang dihantarkan IgE pada saluran cerna, kecepatan dan jumlah benda asing yang terserap meningkat. Benda asing yang larut di dalam lumen usus diambil dan dipersembahkan terutama oleh sel epitel saluran cerna dengan akibat terjadi supresi (penekanan) sistem imun atau dikenal dengan istilah toleransi. Antigen yang tidak larut, bakteri usus, virus dan parasit utuh diambil oleh sel M (sel epitel khusus yang melapisi patch peyeri) dengan hasil terjadi imunitas aktif dan pembentukan IgA. Ingesti protein diet secara normal mengaktifkan sel supresor TCD8+ yang terletak di jaringan limfoid usus dan setelah ingesti antigen berlangsung cukup lama. Sel tersebiut terletak di limpa. Aktivasi awal sel-sel tersebut tergantung pada sifat, dosis dan seringnya paparan antigen, umur host dan kemungkinan adanya lipopolisakarida yang dihasilkan oleh flora intestinal dari host. Faktor-faktor yang menyebabkan absorpsi antigen patologis adalah digesti intraluminal menurun, sawar mukosa terganggu dan penurunan produksi IgA oleh sel plasma pada lamina propia. Terdapat 3 faktor penyebab terjadinya alergi makanan, yaitu :
v  Faktor Genetik
Alergi dapat diturunkan dari orang tua atau kakek/nenek pada penderita . Bila ada orang tua menderita alergi kita harus mewaspadai tanda alergi pada anak sejak dini. Bila ada salah satu orang tua yang menderita gejala alergi maka dapat menurunkan resiko pada anak sekitar 20– 40%, ke dua orang tua alergi resiko meningkat menjadi 40 - 80%. Sedangkan bila tidak ada riwayat alergi pada kedua orang tua maka resikonya adalah 5 – 15%. Pada kasus terakhir ini bisa saja terjadi bila nenek, kakek atau saudara dekat orang tuanya mengalami alergi. Bisa saja gejala alergi pada saat anak timbul, setelah menginjak usia dewasa akan banyak berkurang.
v Imaturitas Usus
Alergi makanan sering terjadi pada usia anak dibandingkan pada usia dewasa. Fenomena lain adalah bahwa sewaktu bayi atau usia anak mengalami alergi makanan tetapi dalam pertambahan usia membaik. Hal itu terjadi karena belum sempurnanya saluran cerna pada anak. Secara mekanik integritas mukosa usus dan peristaltik merupakan pelindung masuknya alergen ke dalam tubuh. Secara kimiawi asam lambung dan enzim pencernaan menyebabkan denaturasi allergen. Secara imunologik IgA pada permukaan mukosa dan limfosit pada lamina propia dapat menangkal allergen masuk ke dalam tubuh. Pada usus imatur (tidak matang) sistem pertahanan tubuh tersebut masih lemah dan gagal berfungsi sehingga memudahkan alergen masuk ke dalam tubuh. Pada bayi baru lahir sel yang mengandung IgA, Imunoglobulin utama di sekresi eksternal, jarang ditemui di saluran cerna. Dalam pertambahan usia akan meningkat sesuai dengan maturasi (kematangan) sistem kekebalan tubuh.
Dilaporkan persentasi sampel serum yang mengandung antibodi terhadap makanan lebih besar pada bayi berumur kurang 3 bulan dibandingkan dengan bayi yang terpapar antigen setelah usia 3 bulan. Penelitian lain terhadap 480 anak yang diikuti secara prospektif dari lahir sampai usia 3 tahun. Sebagian besar reaksi makanan terjadi selama tahun pertama kehidupan.
v Pajanan Alergi
Pajanan alergi yang merangsang produksi IgE spesifik sudah dapat terjadi sejak bayi dalam kandungan. Diketahui adanya IgE spesifik pada janin terhadap penisilin, gandum, telur dan susu. Pajanan juga terjadi pada masa bayi. Pemberian ASI eksklusif mengurangi jumlah bayi yang hipersensitif terhadap makanan pada tahun pertama kehidupan. Beberapa jenis makanan yang dikonsumsi ibu akan sangat berpengaruh pada anak yang mempunyai bakat alergi. Pemberian PASI meningkatkan angka kejadian alergi.


III.  Penyebab dan Pencetus Alergi Makanan
Penyebab alergi di dalam makanan adalah protein, glikoprotein atau polipeptida dengan berat molekul lebih dari 18.000 dalton, tahan panas dan tahan ensim proteolitik. Sebagian besar alergen pada makanan adalah glikoprotein dan berkisar antara 14.000 sampai 40.000 dalton. Molekul-molekul kecil lainnya juga dapat menimbulkan kepekaan (sensitisasi) baik secara langsung atau melalui mekanisme hapten-carrier. Perlakuan fisik misalnya pemberian panas dan tekanan dapat mengurangi imunogenisitas sampai derajat tertentu. Pada pemurnian ditemukan allergen yang disebut sebagai Peanut-1 suatu glikoprotein dengan berat molekul 180.000 dalton. Pemurnian pada udang didapatkan allergen-1 dan allergen-2 masing-masing dengan berat molekul 21.000 dalton dan 200.000 dalton. Pada pemurnian alergen pada ikan diketahui allergen- M sebagai determinan walau jumlahnya tidak banyak. Ovomukoid ditemukan sebagai alergen utama pada telur.
Pada susu sapi yang merupakan alergen utama adalah Betalaktoglobulin (BLG), Alflalaktalbumin (ALA), Bovin FERUM Albumin (BSA) dan Bovin Gama Globulin (BGG). Albumin, pseudoglobulin dan euglobulin adalah alergen utama pada gandum. Diantaranya BLG adalah alergen yang paling kuat sebagai penyabab alergi makanan. Protein kacang tanah alergen yang paling utama adalah arachin dan conarachi.
Beberapa makanan yang berbeda kadang menimbulkan gejala alergi yang berbeda pula, misalnya pada alergi ikan laut menimbulkan gangguan kulit berupa urtikaria, kacang tanah menimbulkan gangguan kulit berupa papula (bintik kecil seperti digigit serangga) atau furunkel (bisul). Sedangkan buah-buahan menimbulkan gangguan batuk atau pencernaan. Hal ini juga tergantung dengan organ yang sensitif pada tiap individu. Meskipun demikian ada beberapa pakar alergi makanan yang berpendapat bahwa jenis makanan tidak spesifik menimbulkan gejala tertentu.
Timbulnya gejala alergi bukan saja dipengaruhi oleh penyebab alergi, tapi juga dipengaruhi oleh pencetus alergi. Beberapa hal yang menyulut atau mencetuskan timbulnya alergi disebut faktor pencetus. Faktor pencetus tersebut dapat berupa faktor fisik seperti tubuh sedang terinfeksi virus atau bakteri, minuman dingin, udara dingin, panas atau hujan, kelelahan, aktifitas berlebihan tertawa, menangis, berlari, olahraga. Faktor psikis berupa kecemasan, sedih, stress atau ketakutan. Hal ini ditunjukkan pada seorang penderita autisme yang mengalami infeksi saluran napas, biasanya gejala alergi akan meningkat. Selanjutnya akan berakibat meningkatkan gangguan perilaku pada penderita. Fenomena ini sering dianggap penyebabnya adalah karena pengaruh obat.
Faktor pencetus sebetulnya bukan penyebab serangan alergi, tetapi menyulut terjadinya serangan alergi. Tanpa paparan alergi maka faktor pencetus tidak akan terjadi. Bila anak mengkonsumsi makanan penyebab alergi disertai dengan adanya pencetus maka keluhan atau gejala alergi yang timbul jadi lebih berat. Tetapi bila tidak mengkonsumsi makanan penyebab alergi meskipun terdapat pencetus, keluhan alergi tidak akan muncul.  Hal ini yang dapat menjelaskan kenapa suatu ketika meskipun dingin, kehujanan, kelelahan atau aktifitas berlebihan seorang penderita asma tidak kambuh. Karena saat itu penderita tersebut sementara terhindar dari penyebab alergi seperti makanan, debu dan sebagainya. Namun bila anak mengkonsumsi makanan penyebab alergi bila terkena dingin atau terkena pencetus lainnya keluhan alergi yang timbul lebih berat. Jadi pendapat tentang adanya alergi dingin pada anak adalah tidak sepenuhnya benar.

IV.  Gejala Alergi Makanan
Alergi pada anak tidak sesederhana seperti yang pernah kita ketahui. Sebelumnya kita sering mendengar dari dokter spesialis penyakit dalam, dokter anak, dokter spesialis yang lain bahwa alergi itu gejala adalah batuk, pilek, sesak dan gatal. Padahal alergi dapat menyerang semua organ tanpa terkecuali mulai dari ujung rambut sampai ujung kaki dengan berbagai bahaya dan komplikasi yang mungkin bisa terjadi. Belakangan terungkap bahwa alergi menimbulkan komplikasi yang cukup berbahaya, karena alergi dapat mengganggu semua organ atau sistem tubuh kita termasuk gangguan fungsi otak. Karena gangguan fungsi otak itulah maka timbul ganguan perkembangan dan perilaku pada anak seperti gangguan konsentrasi, gangguan emosi, keterlambatan bicara, gangguan konsentrasi hingga autism.
Keluhan alergi sering sangat misterius, sering berulang, berubah-ubah datang dan pergi tidak menentu. Kadang minggu ini sakit tenggorokan, minggu berikutnya sakit kepala, pekan depannya diare selanjutnya sulit makan hingga berminggu-minggu. Bagaimana keluhan yang berubah-ubah dan misterius itu terjadi. Ahli alergi modern berpendapat serangan alergi atas dasar organ sasaran pada organ tubuh.
Berikut akan dijelaskan gambaran klinis yang dapat ditemukan pada alergi makanan yang diperantarai IgE dan non-IgE.

Ø Alergi Makanan yang Diperantarai IgE (IgE Mediated Food Allergy)

Diagnosis ini ditegakkan berdasarkan anamnesis menyeluruh berdasarkan keluhan/gejala yang ada. Reaksi alergi umumnya timbul dalam 30 menit setelah menelan alergen, dan menimbulkan satu/lebih tanda dan gejala berikut:
kulit
:
eritema, urtikaria, angioedema
gastrointestinal
:
muntah, diare, nyeri perut
saluran napas
:
batuk, suara serak, stridor
kardiovaskular
:
hipotensi, pingsan

Ø Alergi Makanan yang Tidak Diperantarai IgE (Non IgE Mediated Food Allergy)

Tanda dan gejala tinbul beberapa jam/hari setelah menelan alergen. Macamnya adalah:
1.   Sindrom enterokolitis yang dipicu oleh protein makanan. Kelainan ini timbul pada bayi yang mengkonsumsi susu sapi atau susu kedelai, atau makanan seperti sereal beras. Gejala timbul dalam 1 – 3 jam setelah menelan alergen, berupa muntah terus-menerus cairan berwarna empedu. Hipotensi terjadi pada 15% kasus, dengan gejala pucat dan lemas, sehingga sering disalahdiagnosiskan sebagai sepsis. Tidak jarang gejala berulang sampai akhirnya diketahui alergi makanan sebagai penyebabnya.
2.   Enteropati yang dipicu oleh protein makanan. Gejala muncul pada bayi berupa diare, muntah, dan gagal tumbuh. Paling sering akibat protein susu sapi, dapat juga secara tidak langsung dari kedelai, telur, gandum, beras, ayam, dan ikan.

Ø Alergi Makanan Campuran IgE dan Non IgE (Mixed IgE and Non IgE Mediated Food Allergy)

Penyakit alergi lain yang dialami oleh kelompok ini:
1.   Esofagitis Eosinofilik Alergika (Allergic Eosinophilic Esophagitis). Muncul pada bayi sampai remaja, dengan gejala refluks gastroesofagus kronik yang tidak pulih dengan obat-obatan anti refluks, yakni: muntah, tidak mau makan, nyeri perut, dan rewel.
2.   Gastritis Eosinofilik Alergika (Allergic Eosinophilic Gastritis). Dapat timbul pada bayi sampai remaja, dengan gejala setelah makan seperti mual, muntah, nyeri perut dan tidak mau makan, sampai obstruksi/sumbatan saluran cerna.
3.   Gastroenteritis Eosinofilik Alergika (Allergic Eosinophilic Gastroenteritis). Terjadi pada semua umur dengan gejala gagatumbuh (failure to thrive), berat badan turun, dan gejala-gejala esofagitis dan gastritis.
4.   Proktokolitis Eosinofilika (Eosinophilic Proctocolitis). Timbul pada bayi akibat masuknya protein makanan melalui ASI atau pada susu formula sapi/kedelai. Ditemukan darah pada tinja, namun bayi tidak tampak sakit dengan pertumbuhan baik.V. Manifestasi Klinik
Keluhan alergi sering sangat misterius, sering berulang, berubah-ubah datang dan pergi tidak menentu. Kadang minggu ini sakit tenggorokan, minggu berikutnya sakit kepala, pekan depannya diare selanjutrnya sulit makan hingga berminggu-minggu.  Bagaimana keluhan  yang berubah-ubah dan misterius itu terjadi. Ahli alergi modern berpendapat serangan alergi atas dasartarget organ (organ sasaran). 
 Reaksi alergi merupakan manifestasi klinis yang disebabkan karena proses alergi pada seseorang anak yang dapat menggganggu semua sistem tubuh dan organ tubuh anak. Organ tubuh atau sistem tubuh tertentu mengalami gangguan atau serangan lebih banyak dari organ yang lain. Mengapa berbeda, hingga saat ini masih belum banyak terungkap. Gejala tergantung dari organ atau sistem tubuh , bisa terpengaruh bisa melemah. Jika organ sasarannya paru bisa menimbulkan batuk atau sesak, bila pada kulit terjadi dermatitis atopik. Tak terkecuali otakpun dapat terganggu oleh reaksi alergi. Apalagi organ terpeka pada manusia adalah otak. Sehingga dapat dibayangkan banyaknya gangguan yang bisa  terjadi. 
Tabel 2. Manifestasi yang sering menyertai penderita alergi pada bayi baru lahir hingga 1 tahun

ORGAN/SISTEM TUBUH
GEJALA DAN TANDA
1
Sistem Pernapasan
Bayi lahir dengan sesak (Transient Tachipneu Of The newborn), cold-like respiratory congestion (napas berbunyi/grok-grok).
2
Sistem Pencernaan
sering rewel/colic malam hari, hiccups (cegukan), sering “ngeden”, sering mulet, meteorismus,  muntah, sering flatus,  berak berwarna hitam atau hijau, berak timbul warna darah. Lidah sering berwarna putih. Hernia umbilikalis, scrotalis atau inguinalis.                                                                  
3
Telinga Hidung Tenggorok
Sering bersin, Hidung berbunyi, kotoran hidung berlebihan. Cairan telinga berlebihan. Tangan sering menggaruk atau memegang telinga.
3
Sistem Pembuluh  Darah dan jantung
Palpitasi, flushing (muka ke merahan), nyeri dada, colaps, pingsan, tekanan darah rendah
4
Kulit
Erthema toksikum. Dermatitis atopik, diapers dermatitis. urticaria, insect bite,  berkeringat berlebihan.
5
Sistem Saluran Kemih
Sering kencing, nyeri kencing, bed wetting (ngompol) Frequent, urgent or painful urination; inability to control bladder; bedwetting; vaginal discharge; itching, swelling, redness or pain in genitals; painful intercourse.
6
Sistem Susunan Saraf Pusat
Sensitif, sering kaget dengan rangsangan suara/cahaya, gemetar, bahkan hingga kejang.
7
Mata
Mata berair, mata gatal, kotoran mata berlebihan, bintil pada mata, conjungtivitis vernalis.


Manifestasi yang sering menyertai penderita alergi pada anak usia lebih dari 1 tahun

ORGAN/SISTEM TUBUH
GEJALA DAN TANDA
1
Sistem Pernapasan
Batuk, pilek, bersin, mimisan, hidung buntu, sesak(astma), sering menggerak-gerakkan /mengusap-usap hidung
2
Sistem Pencernaan


Nyeri perut, sering buang air besar (>3 kali/perhari), gangguan  buang air besar (kotoran keras, berak, tidak setiap hari, berak di celana, berak berwarna hitam atau hijau, berak ngeden), kembung, muntah, sulit berak, sering flatus, sariawan, mulut berbau
3
Telinga Hidung Tenggorok
Hidung : Hidung buntu, bersin, hidung gatal, pilek, post nasal drip, epitaksis, salam alergi, rabbit nose, nasal creases   Tenggorokan : tenggorokan nyeri/kering/gatal,  palatum gatal, suara parau/serak, batuk pendek (berdehem), Telinga : telinga terasa penuh/ bergemuruh/berdenging, telinga bagian dalam gatal, nyeri telinga dengan gendang telinga kemerahan atau normal, gangguan pendengaran hilang timbul,  terdengar suara lebih keras, akumulasi cairan di telinga tengah, pusing, gangguan keseimbangan.
3
Sistem Pembuluh  Darah dan jantung
Palpitasi, flushing (muka ke merahan), nyeri dada, colaps, pingsan, tekanan darah rendah,
4
Kulit
Sering gatal, dermatitis, urticaria, bengkak di bibir, lebam biru kehitaman, bekas hitam seperti digigit nyamuk,  berkeringat berlebihan.
5
Sistem Saluran Kemih dan kelamin
Nyeri, urgent atau sering kencing, nyeri kencing,bed wetting (ngompol); tidak mampu mengintrol kandung kemih; mengeluarkan cairan di vagina; gatal, bengkak atau nyeri pada alat kelamin. Sering timbul infeksi saluran kencing
6
Sistem Susunan Saraf Pusat
NEUROANATOMIS :Sering sakit kepala, migrain, kejang gangguan tidur.
NEUROANATOMIS FISIOLOGIS:
Gangguan perilaku : emosi berlebihan, agresif, impulsive, overaktif, gangguan belajar, gangguan konsentrasi, gangguan koordinasi, hiperaktif hingga autisme.
6
Jaringan otot dan tulang
Nyeri tulang, nyeri otot, bengkak di leher
7
Mata
Mata berair, mata gatal, sering belekan, bintil pada mata. Allergic shiner (kulit di bawah mata tampak ke hitaman).

VI.  Penatalaksanaan
Diagnosis alergi makanan dibuat berdasarkan diagnosis klinis, yaitu anamnesa (mengetahui riwayat penyakit penderita) dan pemeriksaan yang cermat tentang riwayat keluarga, riwayat pemberian makanan, tanda dan gejala alergi makanan sejak bayi dan dengan eliminasi dan provokasi.
Pemeriksaan yang dilakukan untuk mencari penyebab alergi sangat banyak dan beragam. Baik dengan cara yang ilmiah hingga cara alternatif, mulai yang dari yang sederhana hingga yang canggih. Diantaranya adalah uji kulit alergi, pemeriksaan darah (IgE, RASt dan IgG), Pemeriksaan lemak tinja, Antibody monoclonal dalam sirkulasi, Pelepasan histamine oleh basofil (Basofil histamine release assay/BHR), Kompleks imun dan imunitas seluler, Intestinal mast cell histamine release (IMCHR), Provokasi intra gastral melalui endoskopi, biopsi usus setelah dan sebelum pemberian makanan. Selain itu terdapat juga pemeriksaan alternative untuk mencari penyebab alergi makanan diantaranya adalah kinesiology terapan (pemeriksaan otot), Alat Vega (pemeriksaan kulit elektrodermal), Metode Refleks Telinga Jantung, Cytotoxic Food Testing, ELISA/ACT, Analisa Rambut, Iridology dan Tes Nadi.
Diagnosis pasti alergi makanan tidak dapat ditegakkan hanya dengan tes alergi baik tes kulit, RAST, Immunoglobulin G atau pemeriksaan alergi lainnya. Pemeriksaan tersebut mempunyai keterbatasan dalam sensitifitas dan spesifitas, Sehingga menghindari makanan penyebab alergi atas dasar tes alergi tersebut seringkali tidak menunjukkan hasil yang optimal. Untuk memastikan makanan penyebab alergi harus menggunakan Provokasi makanan secara buta (Double Blind Placebo Control Food Chalenge = DBPCFC). DBPCFC adalah gold standard atau baku emas untuk mencari penyebab secara pasti alergi makanan. Mengingat cara DBPCFC tersebut sangat rumit dan membutuhkan biaya dan waktu yang tidak sedikit. Beberapa pusat layanan alergi anak melakukan modifikasi terhadap metode pemeriksaan tersebut. Children Family Clinic Rumah Sakit Bunda Jakarta melakukan modifikasi dengan melakukan “Eliminasi Provokasi Makanan Terbuka Sederhana”.
Dalam diet sehari-hari dilakukan eliminasi atau dihindari beberapa makanan penyebab alergi selama 2-3 minggu. Setelah 3 minggu bila keluhan alergi dan gangguan perilaku menghilang maka dilanjutkan dengan provokasi makanan yang dicurigai. Setelah itu dilakukan diet provokasi 1 bahan makanan dalam 1 minggu bila timbul gejala dicatat. Disebut sebagai penyebab alergi bila dalam 3 kali provokasi menimbulkan gejala.
Penanganan alergi makanan dengan gangguan Spektrum Autisme harus dilakukan secara holistik. Beberapa disiplin ilmu kesehatan anak yang berkaitan harus dilibatkan. Bila perlu harus melibatkan bidang Neurologi anak, Psikiater anak, Tumbuh Kembang anak, Endokrinologi anak, Alergi anak, Gastroenterologi anak dan lainnya. Seringkali pendapat dari beberapa ahli tersebut bertentangan sedangkan manifestasi alergi lainnya jelas pada anak tersebut. Maka tidak ada salahnya kita lakukan penatalaksanaan alergi makanan dengan “eliminasi terbuka”. Eliminasi makanan tersebut dievaluasi setelah 3 minggu dengan memakai catatan harian. Bila gejala dan gangguan perilaku penderita Autism tersebut terdapat perbaikkan maka dapat dipastikan bahwa gangguan tersebut dapat diperberat atau dicetuskan oleh alergi makanan. Selanjutnya dilakukan eliminasi provokasi untuk mencari penyebab alergi makanan tersebut satu persatu. Masih banyak perbedaan dan kontroversi dalam penanganan alergi makanan sesuai dengan pengalaman klinis tiap ahli atau peneliti. Sehingga banyak tercipta pola dan variasi pendekatan diet yang dilakukan oleh para ahli dalam menangani alergi makanan dan autisme.
Banyak kasus pengendalian alergi makanan tidak berhasil optimal, karena penderita menghindari beberapa penyebab alergi makanan hanya berdasarkan pemeriksaan yang bukan merupakan baku emas atau “Gold Standard”. Penanganan autisme dengan disertai adanya alergi makanan haruslah dilakukan secara benar, paripurna dan berkesinambungan. Pemberian obat terus menerus bukanlah jalan terbaik dalam penanganan alergi makanan. Paling ideal adalah menghindari penyebab yang bisa menimbulkan keluhan alergi tersebut. Pemberian obat anti alergi, anti jamur dan anti bakteri jangka panjang berarti terdapat kegagalan dalam mengendalikan penyebab alergi makanan.

VII. Diagnosis

·      Alergi Makanan yang Diperantarai IgE

Adanya antibodi IgE makanan tertentu dapat dideteksi dengan uji kulit Prick (Prick Skin Test/PST) atau pemeriksaan darah (RAST – Radioallergosorbent test) yang mengukur kadar antibodi IgE alergen tertentu di kulit atau darah. Uji kulit Prick sederhana, cepat, dan tidak terlalu mahal, namun harus dilakukan oleh dokter yang terlatih dalam metodologi dan pembacaan/interpretasi hasil, mengingat hasil positif palsu (false positive) cukup sering. Hasil negatif pemeriksaan ini cukup dapat dipercaya (jarang terjadi negatif palsu). Sedangkan uji RAST lebih mahal, dengan keterbatasan jumlah akergen yang dapat diperiksa dalam satu waktu. Hasil pemeriksaan juga baru dapat diperoleh dalam satu minggu.
Diagnosis definitif/pasti alergi makanan ditegakkan dengan melihat reaksi segera dari pemaparan makanan yang bertahap (graded food challenge). Pengujian ini tidak boleh dilakukan di rumah, jika ada kecurigaan alergi makanan yang diperantarai oleh IgE.
Masih ada beberapa teknik lain pengujian terhadap alergi makanan, namun belum memiliki pegangan ilmiah yang diakui, mahal, dan dapat berdampak pada pemantangan terhadap makanan-minuman yang tidak seharusnya.

·      Alergi Makanan yang Tidak Diperantarai IgE

Belum ada pemeriksaan penunjang/diagnostik spesifik terhadap sindroma hipersensitivitas makanan yang tidak diperantarai IgE. Satu-satunya cara adalah penghindaran/pemantangan jenis makanan tertentu, diikuti oleh pemaparan kembali (food challenge). Penghindaran makanan ini dilakukan dengan pengawasan dokter yang berkompetensi dalam alergi, dan untuk memastikan asupan gizi juga tercukupi.
Pada sindroma campuran IgE/non-IgE, uji kulit Prick dapat digunakan. Endoskopi dan biopsi saluran cerna dapat menunjang pemeriksaan, jika melibatkan tanda-gejala keterlibatan saluran cerna.

VIII.  Prognosis
Meskipun tidak bisa hilang sepenuhnya, tetapi alergi makanan biasanya akan membaik pada usia tertentu. Setelah usia 2 tahun biasanya imaturitas saluran cerna akan membaik. Sehingga setelah usia tersebut gangguan saluran cerna karena alergi makanan juga akan ikut berkurang. Bila gangguan saluran cerna akan membaik maka biasanya gangguan perilaku yang terjadipun akan berkurang. Selanjutnya pada usia di atas 5 atau 7 tahun alergi makananpun akan berkurang secara bertahap. Perbaikan gejala alergi makanan dengan bertambahnya usia inilah yang menggambarkan bahwa gejala autismepun biasanya akan tampak mulai berkurang sejak periode usia tersebut. Meskipun alergi makanan tertentu biasanya akan menetap sampai dewasa, seperti udang, kepiting atau kacang tanah.

IX. Contoh Gangguan Alergi Makanan
1.   Anafilaksis- gangguan tipe 1.
Istilah ananfalaksis (ana : kembali atau berbalik; filaksis : proteksi) berasal dari paradoksal ini. Reaksi-reaksi pada manusia sudah ditemukan pada awal abad ini dan tetap merupakan bentuk respon alergi yang timbul paling cepat dan berbahaya. Reaksi sistemik  akut umumnya timbul setelah penyuntikan antigen kuat (alergen) ke orang yang sangat peka , walaupun kadang –kadang terjadi dengan menelan agen tersebut. Dahulu, antiserum yang diperoleh dari spesies lain (khususnya kuda) paling sering bertanggung jawab atas reaksi-reaksi ini: belakangan ini penyuntikan penisilin serum-ACTH, insulin menjadi penyebab utama, dan obat-obatan lain lebih  jarang dikaitkan. Reaksi-reaksi juga timbul setelah sengatan serangga dan lebih jarang berupa serang oleh makhluk berbisa pada penderita yang sudah disensitisasikan sebelumnya.
Reaksi sistemik akut umumnya mulai timbul beberapa menit setelah masuknya elergen; reaksi tipe lambat yang lebih lama dari 1 jam sangat jarang terjadi. Pada kepekaan yang ekstrem, penyuntikan alergen dapat menyebabkan reaksi letal atau hampir subletal, disertai respon hebat maksimal yang paling cepat timbul. Orang yang terkena  merasakan keadaan tidak tenang, dengan cepat diikuti dengan rasa ringan dikepala, yang mengakibatkan sinkop (kehilangan kesadaran), sering dirasakan gatal ditelapak tangan dan kulit kepala dan dapat mendahului urtikaria dan menutupi sebagian besar kulit. Pembekakan jaringan lokal (angioudema) dapat timbul dalam beberapa menit dan khususnya dapat mengubah bentuk kelopak mata, bibir, lidah, tangan, kaki, dan genetalia. Pembengkakan (udema) uvula dan larynx kurang nyata.
Semua bukti yang berlaku mengesankan bahwa anafilaksis baik pada manusia dan hewan melibatkan suatu reaksi alergen muiltifokal yang mendadak dengan IgE spesifik yang terikat-mast sel, disusul oleh respon jaringan yang tersebar luas pada inspeksi tetapi khususnya nyata pada anafilksis pada manusia dan dapat menyebabkan kematian karena obstruksi pernapasan. Udema larynx menyebabkan rasa haus yang nyata, gangguan fonasi, suara napas keras, batuk bernada tinggi. Kesulitan bernapas dapat juga disebabkan oleh penyempitan bronkus, disertai stridor yang mirip sama asma spontan.
Semua bukti yang berlaku mengesankan bahwa anaflaksis baik pada manusia maupun pada hewan melibatkan suatu reaksi allergen multifokal yang mendadak denga IgE spesifik yang terikat-mast sel, disusul oleh respon jaringan yang tersebar luas terhadap zat-zat mediator (misalnya histamine, SR-A) yang sudah dilepaskan; faktor-faktor lain tampak hanya bersifat sekunder. Banyak gambaran respon ini yang berupa urtikaria dapat ditimbulkan oleh penyuntikan agen-agen yang secara langsung melepaskan mast- sel  in vivo, walaupun tidak oleh histamine parenteral. Reaksi-reaksi sistemik terhadap agen tertentu yang disuntikan (misalnya, media kontras sinar X) dapat merupakan contoh pelepasan mediator imonologik seperti itu. Pengobatan anafilaksis yang efektif memerlukan pertama, jaminan adanya udara yang paten. Observasi yang teliti dan kontinyu adalah penting karna intubasi orofarynx atau lebih sering trakeostomi mungkin perlu untuk mencegah asfiksia oleh udema larynx. Hipotensi jika parah dan atau lama, yang dapat mengakibatkan kerusakan otak,  ginjal atau jantung, hanya merupakan ancaman yang tidak membahayakan. Pada beberapa orang, dapat terjadi reaksi-reaksi sistemik, seperti yang dapat ditimbulkan oleh obat dan serum. Setelah gigitan serangga (lebah dan sebangsanya) dan kadang-kadang lalat kerbau. Respon-respon ini kelihatannya diperantarai oleh IgE dan dapat berakhir dengan kematian. 

2.   Penyakit Atopik
Sensitisasi anfilaktik pada manusia umumnya memerlukan penyuntikan allergen yang kuat, walaupun parasit tertentu saluran cerna dan pernapasan juga menimbulkan respon IgE yang menyelok. Selain itu banyak orang yang mempunyai respon IgE spesifik terhadap kontak mukosa ( yaitu dengan inhalasi atau menelan) denga bahan-bahan yang sama sekali tidak berbahaya termasuk makanan, tepung sari, dan bahan yang berasal dari hewan. Adanya IgE alergen spesifik yang terikat pada jaringan dapat dibuktikan dengan mudah dengan melakukan tes kulit dan melihat timbulnya kemerahan lokal (eritema) dalam 5 sampai 15 menit sering disertai rasa gatal ditengahnya. Sebagian orang yang mudah disensitikasi terhadap respon tipe 1 (dengan perantaraan IgE) seperti ini bila mukosanya terkena IgE, juga menunjukkan satu atau lebih yang berkaitan, jenis yang paling sering dijumpai rhinitis alergika,  asma alergika (ekstrinsik), dan dermatitis atropik. Alergi makanan dapat juga mempengaruhi organ-organ yang jauh termasuk kulit dan bronkus, keadaan seperti ini sering disebut penyakit atopik dan predisposisi yang mempermudah timbulnya penyakit atopik yang disebut atopi. Dasar patofisiologi atopi belum jelas seluruhnya, namun pembentukan IgE yang menyolok dari mukosa yang terkena alergen kelihatannya merupakan penyebab utama. Antibodi IgE yang terikat pada jaringan, yang terbentuk dengan cara ini sering disebut reagen atopik.

3.   Rhinitis Alegi
   Alergi hidung adalah keadaan atopik yang paling sering dijumpai, yang merupakan 20 % penyakit anak-anak tertentu dan populasi dewasa-muda di Amerika Utara dan Eropa Barat. Ditempat lain, keadaan atopik dan penyakit atopik lainnnya kelihatannya lebih rendah, walaupun data prevalensi sering tidak lengkap. Orang dengan rhinitis elergika mengalami hidung tersumbat yang menyolok, sekresi hidung yang berlebihan, dan bersin yang terjadi berulang dan cepat. Pruritus  mukosa hidung, tenggorakan, telinga itu sering mengganggu dan disertai dengan kemerahan konjuktiva, pruritus mata, dan lakrimasi.
   Walapun rhinitis alergika abadi jarang merupakan merupakan sumber gejala yang dramatis, obstruksim parsial hidung yang menetap dapat menimbulkan komplikasi yang berbahaya. Pada kebanyakan kejadian, penderita rhinitis kronis terpaksa bernapas melalui mulut dengan mendengkur dan kekeringan orofaring. Sering timbul lingkaran gelap dan jaringan berlebihan di bawah mata; yang secara popular dikenal sebagai “mata bengkak alergis”, perubahan ini dapat mencerminkan obstruksi hidung yang sudah berjalan lama oleh sebab apapun. Mukosa yang bengkak dengan mudah terinfeksi bakteri, dan sering dijumpai obstruksi muara sinus paranasalis, mengakibatkan sinus sitis rekuren atau sinusitis kronis. Khususnya pada infeksi rekuren, mukosa hidung yang bengkak mudah terbentuk tonjolan lokal, atau polip, yang akan menyumbat jalan udar lebih lanjut.
Riwayat klinis  dari gejala akibat kontak dengan suatu alergen petunjuk yang paling nyata penyebab alergi pernapasan. Variasi gejala selama dan setelah perjalanan perlu mendapat perhatian khusus, dan dapat dicari pengaruh kontak yang nyata terhadap agen-agen termasuk debu dalam rumah, produk hewan bulu binatang, bulu, biji-bijian, sutera, dan serat kapuk. Jika observasi-observasi yang sepintas ini tidak cukup, riwayat klinik dapat dibuat denga menambah atau mengurangi kontak dengan alergen tertentu, seperti tehadap makanan atau hewan piaraan, dalam waktu singkat untuk melihat hasil yang diperoleh. Selain itu, waktu dan tempat timbulnya gejala dapat melengkapi petunjuk etiologis yang tidak nyata pada penderita.
Tiga pertimbangan pokok menguasai penanganan alergi pernapasan seperti rhinitis alergika:
1.      Usaha untuk mengurangi kontak dengan alergen.
2.      Pengobatan supresi untuk mengurangi gejala-gejala secara nonspesifik.
3.      Hoposentisasi khusus untuk mengurangi respon terhadapo alergen yang tidak dapat dihindari.
Tindakan penghindaran adalah paling mudah dilakukan untuk alergen yang berhubungan dengan rumah tangga dan pekerjaaan, seperrti debu, dalam rumah, zat yang berasal dari hewan dan hasil-hasil pertanian.


DAFTAR PUSTAKA

Arifianto.www.sehatgroup.web.id/guidelines/isiGuide.asp?guideID=31 diunduh pada tanggal 3 September 2004
Judarwanto,Widodo.www.gizi.net/makalah/download/alergi%20autisme.pdf diunduh pada bulan September 2005
Price, Sylvia Anderson. 1990. Konsep Klinik Proses-Proses Penyakit. Jakarta : Kedokteran EGC

Tidak ada komentar:

Posting Komentar